Dalam mempelajari sebuah agama, kita harus yakin bahwa ajaran agama tersebut memang benar dan tidak boleh ada keraguan. Ketika Teuku Wisnu selama ini belajar dengan guru-gurunya, selalu ada dalil untuk melakukan suatu ibadah. Realitanya, setiap ulama memiliki persepsi dan pendapat yang berbeda-beda, dimana kita harus menghormati itu semua. Salah satu contoh yang Wisnu kutip dari guru-gurunya yaitu fikih. Jangan sampai fikih ini luas, tapi hati kita yang sempit, jadi kita hanya membenarkan pendapat dari guru-guru kita saja.
Wisnu mengakui bahwa ia memang harus meyakini dan mengikuti apa yang diajarkan oleh ustadznya karena ada dalilnya. Namun, tidak perlu mencaci maki atau menghina orang lain dengan segala perbedaan tata cara ibadah yang ada. Salah satu contohnya yaitu, saat salat subuh ada yang qunut, ada yang tidak qunut. Keduanya ada dalilnya, ada pendapat dari Imam Syafi’I dan adapula pendapat dari Imam Hambali. Ini semua disampaikan oleh guru-guru kita, pertanyaannya, kita mau ikut ajaran yang mana? Ikutilah yang kita percaya. Keduanya sama-sama benar, yang tidak benar adalah kalau mengikuti salah satu, tapi menyalahkan yang lain.
Fanatik dan saling menyalahkan antar perbedaan tata cara yang dianutlah yang membuat perpecahan. Pihak yang menang saat perpecahan ini adalah setan, karena setan senang dengan perpecahan di antara umat Islam. Sekarang, yang patut dicatat oleh kita adalah saat kita berpegang teguh pada suatu pendapat, namun harus tetap menghormati dan menghargai pendapat orang lain.