Ustadku

Meninggal tetapi Memiliki Hutang Puasa

Sahabat ustadku yang dimuliakan oleh Allah SWT, nikmat yang mesti kita syukuri adalah kesehatan dan waktu luang. Kedua hal tersebut merupakan dua nikmat yang selalu dilalaikan oleh manusia. Bulan Ramadan adalah nikmat waktu yang mesti disyukuri, jangan menyia-nyiakan waktu tersebut karena banyak momentum dahsyat yang banyak memberikan efek kepada kehidupan kita. Seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 183,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

Dilihat dari surat di atas, berarti puasa itu hukumnya wajib. Meninggalkanya adalah dosa, bagaimana seseorang yang masuk dalam bulan ramadan yang wajib, maka bisa terhitung hutang di dalamnya untuk ditunaikan. Sebab kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 184,

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖفَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Ayyāmam ma'dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn, fa man taṭawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta'lamụn

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Kemudian yang dijelaskan juga dalam surat Al-Baqarah ayat 185,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Syahru ramaḍānallażī unzila fīhil-qur`ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān,fa man syahida mingkumusy-syahra falyaṣum-h, wa mang kāna marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, yurīdullāhu bikumul-yusra wa lā yurīdu bikumul-'usra wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullāha 'alā mā hadākum wa la'allakum tasykurụn

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Surat di atas menjelaskan kepada kita bahwa, bulan Ramadan itu adalah bulan diturunkan Al-Quran. Siapapun yang bertemu dengan bulan ini, wajib menjalankan puasa. Bagi mereka yang berhalangan untuk menjalankannya seperti sedang sakit atau sedang dalam perjalanan. Maka dia boleh untuk tidak berpuasa, tetapi tetap harus mengganti hutang puasanya di luar bulan Ramadan. Ada yang unik dengan ayat ini, yaitu ada dua kalimat yang hampir sama yaitu yang berada di surat Al-Baqarah 184, fa mang kāna mingkum marīḍan” kemudian di ayat 185 wa mang kāna marīḍan” kalimatnya hampir sama, berarti bagi kita yang menghadapi kendala puasa, dikenal dengan Qodho atau membayar hutang.

Lalu bagaimana dengan orang yang menjalakan ibadah puasa baru di pertengahan bulan, tapi takdir mengatakan lain yakni, Allah menjemputnya dan ia wafat ketika bulan Ramadan. Hal ini adalah sebuah takdir yang tidak bisa di ubah, disebut takdir mubram, takdir dibagi menjadi dua yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq, yaitu takdir yang bisa di ubah dan tadikr yang tidak bisa diubah. Takdir mubram merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kematian seseorang, seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Ankabut ayat 57

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

żā`iqatul-maụt, ṡumma ilainā turja'ụn

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.”

Jadi, setiap manusia itu akan mati dan akan dikembalikan kepadanya amal-amal setelah nanti di hari kiamat, maka beruntunglah bagi mereka yang selalu berada dalam lindungan Allah dari perbuatan-perbuatan dosa. Kematian yang terjadi di bulan Ramadan pun tidak bisa dihindarkan. Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah puasa yang harus dijalankan selama satu bulan penuh, tapi dia wafat di pertengahan bulan, statusnya menjadi hutang yang harus diganti? Atau dibiarkan saja?

Maka kembali kepada kaidah satu di Surat Al-Baqarah 183 jika puasa Ramadan itu kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu” yaitu wajib hukumya untuk menjalankan ibadah puasa, maka jika ada orang yang meninggal di pertengahan puasa, maka puasa itu menjadi hutang yang mesti di bayar. Jika kita memliki hutang kepada manusia harus dibayarkan, apalagi hutang kepada Allah SWT. Lalu, bagimanakah membayar hutang tersebut? Yaitu hutang tersebut harus dibayar oleh sanak keluarga terdekat. Misalnya yang meninggal adalah orang tuanya, maka anaknya wajib membayar hutang puasa tersebut sebanyak hari yang tidak bisa ditunaikan oleh orang tuanya.

Itulah kadiah dan ketentuan yang ditentukan oleh Allah SWT kepada kita jika ternyata Ramadan yang terhutang adalah hal yang wajib diganti dan ditunaikan. Begitu juga bagi mereka yang wafat untuk membayar hutangnya melalui ahli waris atau sanak keluarga terdekat yang harus membayarnya agar dia tidak memiliki hutang lagi, semoga bermanfaat untuk kita semua.

Wasallamuaikum wr, wb.