Sahabat ustadku yang dimuliakan oleh Allah SWT, semoga kita selalu berada dalam lindungan, dilimpahkan nikmat, dan keberkahan dariNya.
Sahabat ustadku sekalian, seperti yang kita ketahui pandemi virus covid-19 yang telah melanda dunia telah masuk ke Indonesia dan sudah hampir dua bulan, Indonesia berjuang melawan virus mematikan ini. Kini sudah lebih dari 9.000 orang yang terjangkit virus ini, ada lebih dari 1.000 orang yang dikonfirmasi sembuh dari penyakit ini, dan korban yang meninggal karena virus ini tecatat sebanyak 700-an lebih orang.
Pasti banyak di antara kita yang bertanya bagaimana caranya memandikan korban covid-19. Kita tahu jika memandikan orang yang meninggal itu hukumnya Fardu Kifayah. Dimana hukum ini wajib, tetapi jika ada seseorang yang telah melakukan niat kifayah maka kewajiban ini gugur bagi orang lain. Adapun dari kalangan mazhab Syafi’i, Imam Syafi’i rahimahullah sendiri menjelaskan:
حق على الناس غسل الميت والصلاة عليه ودفنه لايسع عامتهم، وإذا قام بذلك منهم من فيه كفاية أجزأ إن شاء الله تعالى
“Merupakan hak wajib seseorang atas manusia lainnya adalah memandikan mayit, menshalatinya dan menguburkannya, meski kewajiban ini tidak memuat semua orang. Jika sudah ada pihak yang melakukannya, maka hal itu sudah cukup bagi kewajiban sebagian lainnya, insyaallah ta’ala.” (Al-Umm, Juz 1, halaman 312)
Kemudian, jika memandikan jenazah adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim. Lalu, bagaimana dengan nasib korban yang meninggal karena covid-19? Sementara hukum memandikan, mengkafani, mensalati, dan menguburkannya itu adalah hal yang wajib, Dalam kajian fiqih mazhab, ada beberapa sebab, sehingga mayit (jenazah) tidak mungkin ditangani secara sempurna sebagaimana kelazimannya.
Pertama, jasad jenazah akibat mati terbakar. Jika dimandikan dengan menggunakan air, justru bisa merusak jasad jenazah. Kedua, jenazah dalam kondisi meninggal akibat penyakit menular, seperti akibat penyakit judzam (lepra), tha’un, dan wabah sejenisnya, yang bila dimandikan, justru penyakit itu akan berpindah kepada yang memandikannya.
Pada saat menangani jenazah dengan kondisi sedemikian ini, umumnya para fuqaha membolehkan tidak memandikan jenazah, melainkan hanya menuangkan air ke badan jenazah saja, tanpa dalku (dibersihkan). Jika kondisi semacam masih sulit, maka ulama dari kalangan Hanafiyah menyarankan agar berpindah pada men-tayamum-inya. Pendapat ini juga dipedomani oleh kalangan Malikiyah. Salah satu ulama dari kalangan Hanafiyah menyampaikan:
مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ ؛ لِعَدَمِ مَا يُغْسَلُ بِهِ فَيُيَمَّمُ بِالصَّعِيدِ
“Bila suatu saat ada jenazah yang uzur untuk dimandikan, karena ketiadaan hal yang memungkinkan bisanya dibasuh, maka tayamumilah dengan debu.” (Al-Inayah, Juz 16, halaman 261).
Pendapat dari kalangan Malikiyah, bahwa untuk menghadapi jenazah dengan penyakit menular, maka solusi pertama adalah disiram dengan air menurut kadar kemampuan, tidak membahayakan diri yang memandikan serta tidak merusak jenazah. Kedua, ditayamumkan. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa cara menangani korban virus mematikan adalah dengan mentayamumkannya karena yang ditakutkan adalah menularnya virus tersebut kepada orang yang memandikannya.
Proses mentayamumkan jenazah juga harus sesuai dengan standar prosedur keamanan sehingga tidak berdampak kepada orang menangani jenazah ataupun lingkungan. Bisa dilakukan dengan memakai masker, sarung tangan, pakaian pelindung, dan alat pelindung lainnya, Penanganan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak timbul mudarat bagi orang yang menangani jenazah korban covid-19 tersebut.
Sahabat ustadku sekalian dari pandemi virus ini, seharusnya kita bisa belajar jika kita ini hanyalah manusia yang lemah dan bisa kapan saja meninggalkan dunia ini. Semoga kita bisa lebih menggunakan waktu untuk hal-hal yang berguna tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat, semoga hal ini bisa bermanfaat.
Wasallamualikum wr, wb.